gbnschool – Baru-baru ini, Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, menjadi sorotan setelah membuat serangkaian unggahan di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) yang menyoroti kasus pelecehan seksual anak di Inggris. Dalam unggahannya, Musk menuduh Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dan pejabat lainnya gagal menangani kasus-kasus tersebut dengan efektif. Ia bahkan menyerukan agar Starmer dan Menteri Perlindungan Anak, Jess Phillips, dipenjara, menyebut mereka sebagai “makhluk jahat”.
Musk juga mengklaim bahwa pemerintah Inggris telah menutup-nutupi kejahatan yang dilakukan oleh “grooming gangs” dan menyebut bahwa “perang saudara tidak bisa dihindari” akibat dari penanganan kasus-kasus tersebut. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Perdana Menteri Starmer yang menuduh Musk menyebarkan informasi palsu dan menebar kebencian.
Selain itu, Musk menunjukkan simpatinya terhadap demonstran sayap kanan yang terlibat slot server kamboja dalam kerusuhan di Inggris. Ia mengkritik pemerintah Inggris karena dianggap hanya melindungi komunitas Muslim dan tidak peduli terhadap komunitas lainnya. Musk juga menuduh Inggris melakukan sensor terhadap konten daring, membandingkannya dengan Uni Soviet.
Tindakan dan pernyataan Musk ini telah memicu kekhawatiran tentang pengaruhnya dalam politik Inggris dan potensinya dalam memobilisasi kelompok sayap kanan. Beberapa pihak menilai bahwa Musk telah menjadi pahlawan baru bagi gerakan sayap kanan, menggantikan tokoh-tokoh sebelumnya seperti Donald Trump.
Kontroversi ini menyoroti dampak dari pernyataan tokoh berpengaruh seperti Musk dalam mempengaruhi opini publik dan dinamika politik, terutama terkait isu-isu sensitif seperti pelecehan seksual anak dan ketegangan antar komunitas.